TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A.
Latar
Belakang
Setelah mempelajari berbagai teori belajar pada
matakuliah Psikologi Pendidikan saya memilih teori belajar humanistik dalam
bentuk tugas ini sebagai hasil dari apa yang saya pelajari selama ini. Saya
memilih teori ini juga dikarenakan ketertarikan saya untuk membahas teori ini.
Teori ini lebih menekankan isi dalam belajar dari pada prosesnya, dengan kata
lain teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita
amati dalam dunia keseharian. Selain itu saya memilih teori ini
berdasaran hasil pengaplikasian sebelumnya yaitu penugasan dengan mengajarkan
materi fisika kepada salah satu murid Sekolah Menengah Pertama. Berdasarkan penugasan tersebut saya memutuskan untuk membahas
teori belajar humanistik dalam tugas ini.
B.
Tujuan
Penulisan
Penulisan ini bertujuan sebagai bahan untuk
belajar baik bagi penulis maupun bagi pembaca serta bertujuan pula sebagai bentuk
pengaplikasian dari hasil belajar penulis. Selain itu penulisan ini juga
bertujuan sebagai tolak ukur dalam penilaian kognitif, psikomotorik dan afektif
bagi penulis dalam matakuliah Psikologi Pendidikan.
C.
Teori
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama
psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap
pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan
dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah
alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya
merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis. Psikologi
humanistik juga memberikan sumbangan pendidikan
alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan
melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan
keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik. Aliran
Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui
penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring
dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah (Ratna Syifa’a Rachmahana, 2008).
Dalam teori
belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia
itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses
belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan
dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain,
teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam
dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan
manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai (Hamzah
B. Uno, 2006).
Dalam teori belajar
humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar
ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya (Novina Suprobo,2008).
Tujuan utama
para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
D.
Tokoh-tokoh
aliran Humanistik
1. Abraham
Maslow
Abraham
H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam
psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali
terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan
atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan
kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk.
1993).
|
Maslow
berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni
kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex
menuntut sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah
kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari
bahaya dan bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih,
seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi
anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat
mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian,
misalnya dia menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya
adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan
dipercaya oleh orang lain.
Apabila
seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah
tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi
diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu.
Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang.
Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan
untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya, Maslow
berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti
kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow
membedakan antara empat kebutuhan yang pertama dengan tiga kebutuhan yang
kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya deficiency need (kebutuhan yang timbul karenakekurangan),
dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan
ketiga kebutuhan yang lain dinamakan growth need (kebutuhan untuk
tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada manusia itu sendiri. Implikasi
dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru
menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan
mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru
tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami
barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan
untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak
melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada
masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
2.
Carl R. Rogers
|
Carl
R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik
klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers
mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang
berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar
untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993).
Adapun
penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Hasrat untuk Belajar
Menurut
Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan
tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar
pendidikan humanistik. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan
dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya
dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.
b.
Belajar yang Berarti
Belajar
akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang
dipelajari mempunyai arti baginya.
c.
Belajar Tanpa Ancaman
Belajar
mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung
dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer
manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman
baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang bisaanya
menyinggung perasaan.
d.
Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar
akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya
sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid
untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah
perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak
lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan
masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif
sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar. Belajar
atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan
percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia
memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan
dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih bergantung pada dirinya sendiri dan
kurang bersandar pada penilaian pihak lain. Di samping atas inisiatif sendiri,
belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi, kognitif maupun afektif.
Rogers dan para ahli humanistik yang lain menamakan jenis belajar ini sebagai whole-person-learning
belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli
humanistik percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan
memiliki (feeling of belonging ) pada diri murid. Dengan demikian, murid
akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan
yang terpenting adalah senantiasa bergairah untuk terus belajar.
e.
Belajar dan Perubahan
Prinsip
terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling
bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu
yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis.
Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah
dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan
fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan
melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang untuk
hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan
demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di
lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.
3. Arthur
Combs
|
Perasaan,
persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang
menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang lain,
seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan
merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain,
seseorang harus mengubah persepsinya. Menurut Combs, perilaku yang keliru atau
tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya
dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau
memuaskan. Misalkan guru mengeluh murid-muridnya tidak berminat belajar,
sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak berminat melakukan apa yang
dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut lalu mengadakan
aktivitasaktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan berubah sikap dan
reaksinya (Rumini, dkk. 1993).
Sesungguhnya
para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu diperolehnya
informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Adalah keliru jika
guru berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun
dengan rapi dan disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat
pada bahan pelajaran itu; murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan
makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam
mengajar bukanlah bagaimana bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana
membantu murid memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut,
yakni apabila murid dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan
kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa missinya telah berhasil. Semakin
jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran
lingkaran (persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya terhadap seseorang.
Sebaliknya, semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin
besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah mengapa
banyak hal yang dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya
dengan dirinya.
4. Aldous
Huxley
darkbooks.org |
Manusia
memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan disia-siakan.
Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam mengembangkan
potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses pendidikan
harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini melibatkan semua pihak,
seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun peneliti dan perencana
pendidikan. Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang
juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berwujud
pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari, melainkan hal-hal yang
bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran
seseorang. Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai
tingkat tinggi. Betapapun, agar seseorang bisa mengetahui makna hidup dalam
kehidupan yang nyata, mereka harus membekali dirinya dengan suatu kebijakan
hidup, kreativitas dan mewujudkannya dengan langkah-langkah yang bijaksana.
Dengan cara ini seseorang akan mendapatkan kehidupan yang nikmat dan penuh
arti. Berbekal pendidikan non verbal, seseorang akan memiliki banyak strategi
untuk lebih tenang dalam menapaki hidup karena memiliki kemampuan untuk menghargai
setiap pengalaman hidupnya dengan lebih menarik. Akhirnya apabila setiap
manusia memiliki kemampuan ini, akan menjadi sumbangan yang berarti bagi
kebudayaan dan moral kemanusiaan.
5. David
Mills dan Stanley Scher
Ilmu
Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan dipelajari secara
kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori.
Padahal, bagaimanapun, praktek dari ilmu pengetahuan selalu melibatkan
elemen-elemen afektif yang meliputi adanya kebutuhan akan pengetahuan,
penggunaan intuisi dan imajinasi dalam usaha-usaha kreatif, pengalaman yang menantang,
frustasi, dan lain-lain. Berdasarkan fenomena tersebut, David Mills dan Stanley
Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni proses
pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan murid dalam belajar. Metode
afektif yang melibatkan perasaan telah bisaa diterapkan pada murid-murid untuk
pelajaran IPS, Bahasa dan Seni. Sebetulnya ahli yang memulai merintis usaha ini
adalah George Brown, namun kedua ahli ini kemudia mencoba melakukan riset yang
bertujuan menemukan aplikasi yang lebih real dalam usaha tersebut. Penggunaan
pendekatan terpadu ini dilakukan dalam pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan
bahkan otomotif. Pendekatan terpadu atau confluent approace merupakan sintesa
dari Psikologi Humanistik –khususnya Terapi Gestalt- dan pendidikan, yang
melibatkan integrasi elemen-elemen afektif dan kognitif dalam proses belajar.
Elemen kognitif menunjuk pada berpikir, kemampuan verbal, logika, analisa,
rasio dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada
perasaan, caracara memahami yang melibatkan gambaran visual-spasial, fantasi, persepsi
keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain. Tujuan umum dari pendekatan ini
adalah mengembangkan kesadaran murid-murid terhadap dirinya sendiri dan dunia sekitarnya,
serta meningkatkan kemampuan untuk menggunakan kesadaran ini dalam menghadapi
lingkungan dengan berbagai cara, menerima petunjuk-petunjuk internal dan
menerima tanggung jawab bagi setiap pilihan mereka. Fungsi guru dalam
pendekatan terpadu adalah untuk lebih membebaskan murid dari ketergantungan kepada
guru, dengan tujuan akhir mengembangkan responsibilitas murid untuk belajar
sendiri. Guru hanya membantu mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang
masuk akal bagi pikiran mereka, dan jika perlu guru bisa menolak memberikan
bantuan untuk halhal yang bisa ditangani oleh murid sendiri. Lebih jauh, David
Mills dan Stanley Scher memaparkan tujuan pendidikan terpadu ini secara detail
sebagai berikut :
a.
Membantu murid untuk mengalami proses ilmu pengetahuan, termasuk penemuan
ide-ide baru, baik proses intelektual maupun afektif.
b.
Membantu murid dalam mencapai kemampuan untuk menggali dan mengerti diri mereka
sendiri dan lingkungan sekitarnya dengan cara yang ilmiah.
c.
Meningkatkan pengertian dan ingatan terhadap konsep-konsep dan ide-ide dalam
ilmu pengetahuan.
d.
Menggali bersama-sama murid, implikasi-implikasi dari aplikasi yang mungkin
dari ilmu pengetahuan.
e.
Memungkinkan murid untuk menerapkan baik proses maupun pengetahuan ilmiah untuk
diri mereka, serta meningkatkan kesadaran murid terhadap dunia mereka dan
setiap pilihan yang mereka ambil. Penerapan metode gabungan antara kognitif dan
afektif ini menunjukkan hasil yang lebih efektif dibanding pengajaran yang hanya
menekankan aspek kognitif. Para siswa merasa lebih cepat menangkap pelajaran
dengan menggunakan fantasi, role playing dan game , misalnya
mengajarkan teori Newton dengan murid berperan sebagai astronot.
Setelah
membahas tentang teori belajar humanistik maka dapat diaplikasikan dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) seperti contoh di bawah ini:
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan
Pendidikan :
SMP .......
Kelas/Semester : VII (Tujuh)/2
Mata
Pelajaran :
Fisika/ IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam)
Materi
Pokok :
Gerak
Kompetensi
Inti
KI 1 :
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya.
KI 2 :
Mengembangkan perilaaku (jujur, disiplin,
tanggngjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta
damai, responsif, dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 :
Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan keajaiban, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang speifik sesuai dengan bakat dan minatnyauntuk memecahkan masalah.
KI 4 :
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah kongkret
dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang di pelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi
Dasar :
1.1 Mendeskripsikan
Gerak, yaitu Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan
(GLBB).
Tujuan
Pembelajaran :
·
Kognitif :
1. Siswa
mampu menjelaskan dan
mengembangkan pengertian gerak melalui suatu alat peraga (C2).
PB
8: Perkembangan Kognitif
Pada
perkembangan kognitif terjadi proses-peoses mental atau pikiran, meliputi
bagaimana informasi diperoleh, dipresentaikan dan ditrasfermasikan sebagai
pengetahuan. Dari proses tersebut siswa dapat menjelaskan kembali apa yang di
dapat selama proses-proses mental tersebut. Menurut Jean Pieget tahapan pada
proses ini yaitu tahap Operasional Formal dimana pada tahap ini siswa telah
dapat berfikir secara logis tentang masalah abstrak dan hipotesis secara
sistematis.
2. Siswa
mampu menyebutkan macam-macam gerak (C1).
3. Siswa
mampu menjelaskan dan mengembangkan pengertian perpindahan, kelajuan dan
kecepatan sesuai dengan konsep yang telah mereka pahami melalui suatu alat
peraga (C2).
4. Siswa
mampu memisahkan antara kelajuan dan kecepatan (C4)
5. Siswa
mampu memperhitungkan soal-soal yang berkaitan dengan perpindahan, kelajuan dan
kecepatan (C3).
6. Siswa
mampu mengubah atau mengkonversikan nilai kecepatan ke Satuan Internasional
(SI) (C3).
7. Siswa
mampu menjelaskan dan mengembangkan pengertian Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan
Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) melalaui suatu alat peraga (C2).
8. Siswa
mampu membandingkan perbedaan antara Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak
Lurus Berubah Beraturan (GLBB) (C4).
9. Siswa
mampu menghubungkan teori yang diberikan dengan soal-soal yang berkaitan dengan
Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) (C4).
·
Psikomotorik :
1. Siswa
mampu menunjukan contoh gerak
sesuai dengan konsep yang mereka pahami melalui suatu alat peraga (P1).
PB
3: Perkembangan Paikomotorik
Perkembangan
psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang pencapainnya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Sebelum keranah
psikomotorik siswa melalui beberapa tahap sebelum ia dapat menunjukan contoh
suatu gerakan. Tahap pertama yaitu tahap kognitif , pada tahap ini siswa masih
melakukan gerak lambat karna masih dalam tahap belajar untuk mengendalikan
gerakan-gerakannya. Kemudian tahap kedua yaitu tahap asosiatif, pada tahap ini
siswa memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mengasosiasikan gerakan yang
telah ia kenal dengan gerakan yang sedang ia pelajari. Tahapan yang ketiga
yaitu tahapan otonomi, pada tahap ini siswa telah mencapai peoses belajar yang
sudah hampir lengkap meskipun ia masih memperbaiki gerakan-gerakan yang
dipelajarinya.
2. Siswa
mampu menujukan berbagai contoh gerk dalam kehidupan sehari-hari (P1).
3. Siswa
mampu mempraktekan contoh perpindahan, kelajuan dan kecepatan (P3).
4. Siswa
mampu menghubungkan konsep perpindahan, kelajuan dan kecepatan dengan gerak
(P1).
5. Siswa
mampu menanggapi hasil perhitungan dari soal-soal yang berhubungan dengan perpindahan, kelajuan dan kecepatan (P2).
6. Siswa
mampu menanggapi soal yang berkaitan dengan pengubahan atau pengkonversian
kecepatan ke Satuan Internasional (SI) (P2).
7. Siswa
mampu menunjukan contohkan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah
Beraturan (GLBB) (P1).
·
Afektif :
1. Siswa
mampu melaksanakan sebuah
contoh gerak dari hasil pemikiran konsep melalui suatu alat peraga.
PB
10: Perkembangan nilai, moral dan sikap
Pada
perkembangan nilai, moral dan sikap, sebelum siswa menentukan suatu sikap
tertentu terhadap suatu umpan balik dari apa yang telah ia terima, siswa perlu
diperkenalkan dengan nilai kemudian dihayati dan didorong dengan moral baru
akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut. Tahapan moral ang
terjadi disini yaitu tahapan moralitas otonom. Tahapan ini dikemukakan oleh
Piaget. Pada tahapan moralitas otonom ini seorang memahami bahwa oranglah yang
membuat aturan dan bahwa hukuman tidak bersifat otomatisi sehingga siswa dapat
menyampaikan pendapatnya tanpa terpaku dengan hukuman karna pendapat yang ia kemukakan.
2. Siswa
mampu menyempurnakan penegertian gerak melalui contoh dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Siswa
mampu memperlihatkan hubungan
antara perpindahan, kelajuan dan kecepatan serta gerak.
PB
9: Perkembangan Konsep diri dan emosi
Konsep
diri merupakan pola-pola kepribadian yang menjadi landasan bagi perwujudan di
lingkungan kehidupan. Sedangkan emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas pada suatu keadaan biologis dan psikologis sehingga menentukan kecenderungan
dalam bertindak. Dalam hal ini siswa melalui tahapan konsep diri yaitu pada
masa remaja awal. Sebelum melakukan suatu tindakan hasil dari emosi siswa telah
terlebih dahulu memahami konsep diri yang ia miliki. Pada masa remaja awal
siswa semakin menguasai kemampuan melakukan pemikiran abstrak dan semakin mampu
mengidentifikasikan dirinya. Dalam kata lain sebelum memperlihatkan sesuatu dalam
bentuk gerak siswa telah mampu mengidentifikasi konsep dirinya dan dikembangkan
melalui emosi yang dimilikinya.
4. Siswa
mampu mengaitkan rumus dari perpindahan, kelajuan dan kecepatan dengan
soal-soal yang di berikan.
5. Siswa
mampu menyelesaikan perhitungan pada satuan-satuan yang di gunakan dalam
perpindahan, kelajuan dan kecepatan termasuk dalam pengubahan satuan atau
pengkonversian ke Satuan Internasional (SI).
6. Siswa
mampu memilih dan membedakan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus
Berubah Beraturan (GLBB) serta mencontohkan menurut kehidupan sehari-hari.
Materi
Ajar
·
Benda bergerak
·
Perpindahan, kelajuan, kecepatan dan
percepatan
·
Kecepatan rata-rata
·
Pengkonversian satuan kecepatan dan
percepatan
·
Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak
Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
Metode
Pembelajaran
·
Demonstrasi
PB
11: Perkembangan Kreativitas
Dengan
metode demostrasi siswa diharpkan dapat mengembangkan kreatifitas yang
dimilikinya. Kreatifitas adalah suatu yang baru hasil dari pemikiran yang belum
pernah ada sebelumnya.
·
Diskusi
Kelompok
PB
13: Cara mengatasi lupa dan jenuh dalam
belajar
Dengan
cara berdiskusi kelompok siswa diharapkan dapat mengatasi kejenuhan dalam
belajar. Dalam diskusi kelompok siswa dituntut untuk menyampaikan pendapat dari
hasil pemikirannya dan disanalah terjadi pertukaran pendapat antar teman
diskusi kelompok dan hal tersebut juga dapat mengatasi kelupaan karena siswa
diminta untuk aktif bertukar pendapat antar teman diskusi kelompok tersebut.
·
Penugasan
·
PB
: Teori Bakat Multiple Intellence
Melalui
penugasan siswa dapat dinilai dalam berbagai hal diantaranya yaitu kognitif,
psikomotorik, afekttif bahkan bakatnya pun dapat diketahui melalui penugasan
tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam metode penugasan
yang diberikan. Contohnya dengan metode uraian siswa dapat diketahui bakatnya
melalui jawaban yang diberikan siswa. Jika
Alat/Media/Bahan
·
Alat :
Kelereng, mobil mainan
·
Bahan Ajar :
Langkah
Kegiatan/Skenario Pembelajaran
Setelah
mereviu hasil pencapaian kompetensi dasar (KD) sebelumnya, siswa mengikuti
peragaan gerak, perpindahan, kecepatan dan percepatan untuk menemukan
perbedaannya kemudian dari peragaan tersebut siswa dapat pula menentukan
rumusan dari perpindahan, kecepatan dan percepatan. Selanjutnya melalui
diskusi, mendefinisikan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah
Beraturan (GLBB) untuk menentukan perbedaan di keduanya. Siswa dari perwakilan
dua kelompok prktik mempresentasikan hasil percobaan dan penerapan Gerak Lurus
Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) dalam kehidupan
sehari-hari. Selama proses pembelajaran, dilakukan penilaian
proses pada
aktivitas di kelas dan tugas mandiri.
E.
Daftar
Pustaka
Desmita.Psikologi Perkembangan.Bandung:
Rosda Karya,2007
Ellis,
Janne O.Psikologi Pendidikan jilid 2.Jakrta:Erlangga,2008
Samana,A.Sistem Pengajaran.Yogyakarta: Kanisius,1992
Slavin,
Robert E.Psikologi Pendidikan Teori dan
Praktik.Jakarta: PT Indeks,2008
Syaodah
Sukmadinata,Nana.Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya,2009
Syifa’a, Ratna Rachmahana.UII-Pendidikan-Islam-Tarbawi-Rachmahana
– 18. http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/viewFile/191/180.
(diakses pada
24 Juni 2014 pukul 16:41)
Harrah's Cherokee Casino & Hotel Map - Mapyro
BalasHapusFind your way around the casino, find where everything is 제천 출장샵 located 화성 출장샵 with your phone, 부산광역 출장마사지 and 동두천 출장안마 track your speed. It's 문경 출장샵 essential to check keys.