Sabtu, 28 Juni 2014

Teori belajar humanistik (new)



TEORI BELAJAR HUMANISTIK

A.    Latar Belakang
Setelah mempelajari berbagai teori belajar pada matakuliah Psikologi Pendidikan saya memilih teori belajar humanistik dalam bentuk tugas ini sebagai hasil dari apa yang saya pelajari selama ini. Saya memilih teori ini juga dikarenakan ketertarikan saya untuk membahas teori ini. Teori ini lebih menekankan isi dalam belajar dari pada prosesnya, dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Selain itu saya memilih teori ini berdasaran hasil pengaplikasian sebelumnya yaitu penugasan dengan mengajarkan materi fisika kepada salah satu murid Sekolah Menengah Pertama. Berdasarkan  penugasan tersebut saya memutuskan untuk membahas teori belajar humanistik dalam tugas ini.

B.     Tujuan Penulisan           
Penulisan ini bertujuan sebagai bahan untuk belajar baik bagi penulis maupun bagi pembaca serta bertujuan pula sebagai bentuk pengaplikasian dari hasil belajar penulis. Selain itu penulisan ini juga bertujuan sebagai tolak ukur dalam penilaian kognitif, psikomotorik dan afektif bagi penulis dalam matakuliah Psikologi Pendidikan.

C.    Teori
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis. Psikologi humanistik juga memberikan sumbangan   pendidikan  alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik. Aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah (Ratna Syifa’a Rachmahana, 2008).
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara  pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan  kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai (Hamzah B. Uno, 2006).
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya (Novina Suprobo,2008).
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

D.    Tokoh-tokoh aliran Humanistik

1.      Abraham Maslow
Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993).




epublishersweekly.blogspot.com


Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang pertama dengan tiga kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya deficiency  need (kebutuhan yang timbul karenakekurangan), dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang lain dinamakan growth need (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada manusia itu sendiri. Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.

2.      Carl R. Rogers
     
www.blatner.com
Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang  meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993).
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

a. Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.

b. Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari mempunyai arti baginya.

c. Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang bisaanya menyinggung perasaan.

d. Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar. Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak lain. Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi, kognitif maupun afektif. Rogers dan para ahli humanistik yang lain menamakan jenis belajar ini sebagai whole-person-learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli humanistik percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan memiliki (feeling of belonging ) pada diri murid. Dengan demikian, murid akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah untuk terus belajar.

e. Belajar dan Perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.
3.      Arthur Combs






Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya. Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru mengeluh murid-muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut lalu mengadakan aktivitasaktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan berubah sikap dan reaksinya (Rumini, dkk. 1993).
Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu diperolehnya informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Adalah keliru jika guru berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan rapi dan disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan pelajaran itu; murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yakni apabila murid dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa missinya telah berhasil. Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran lingkaran (persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya terhadap seseorang. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya dengan dirinya.

4.      Aldous Huxley
       
darkbooks.org
Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan disia-siakan. Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam mengembangkan potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini melibatkan semua pihak, seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun peneliti dan perencana pendidikan. Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berwujud pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari, melainkan hal-hal yang bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran seseorang. Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai tingkat tinggi. Betapapun, agar seseorang bisa mengetahui makna hidup dalam kehidupan yang nyata, mereka harus membekali dirinya dengan suatu kebijakan hidup, kreativitas dan mewujudkannya dengan langkah-langkah yang bijaksana. Dengan cara ini seseorang akan mendapatkan kehidupan yang nikmat dan penuh arti. Berbekal pendidikan non verbal, seseorang akan memiliki banyak strategi untuk lebih tenang dalam menapaki hidup karena memiliki kemampuan untuk menghargai setiap pengalaman hidupnya dengan lebih menarik. Akhirnya apabila setiap manusia memiliki kemampuan ini, akan menjadi sumbangan yang berarti bagi kebudayaan dan moral kemanusiaan.

5.      David Mills dan Stanley Scher
Ilmu Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan dipelajari secara kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori. Padahal, bagaimanapun, praktek dari ilmu pengetahuan selalu melibatkan elemen-elemen afektif yang meliputi adanya kebutuhan akan pengetahuan, penggunaan intuisi dan imajinasi dalam usaha-usaha kreatif, pengalaman yang menantang, frustasi, dan lain-lain. Berdasarkan fenomena tersebut, David Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan murid dalam belajar. Metode afektif yang melibatkan perasaan telah bisaa diterapkan pada murid-murid untuk pelajaran IPS, Bahasa dan Seni. Sebetulnya ahli yang memulai merintis usaha ini adalah George Brown, namun kedua ahli ini kemudia mencoba melakukan riset yang bertujuan menemukan aplikasi yang lebih real dalam usaha tersebut. Penggunaan pendekatan terpadu ini dilakukan dalam pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan bahkan otomotif. Pendekatan terpadu atau confluent approace merupakan sintesa dari Psikologi Humanistik –khususnya Terapi Gestalt- dan pendidikan, yang melibatkan integrasi elemen-elemen afektif dan kognitif dalam proses belajar. Elemen kognitif menunjuk pada berpikir, kemampuan verbal, logika, analisa, rasio dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada perasaan, caracara memahami yang melibatkan gambaran visual-spasial, fantasi, persepsi keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain. Tujuan umum dari pendekatan ini adalah mengembangkan kesadaran murid-murid terhadap dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, serta meningkatkan kemampuan untuk menggunakan kesadaran ini dalam menghadapi lingkungan dengan berbagai cara, menerima petunjuk-petunjuk internal dan menerima tanggung jawab bagi setiap pilihan mereka. Fungsi guru dalam pendekatan terpadu adalah untuk lebih membebaskan murid dari ketergantungan kepada guru, dengan tujuan akhir mengembangkan responsibilitas murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka, dan jika perlu guru bisa menolak memberikan bantuan untuk halhal yang bisa ditangani oleh murid sendiri. Lebih jauh, David Mills dan Stanley Scher memaparkan tujuan pendidikan terpadu ini secara detail sebagai berikut :
a. Membantu murid untuk mengalami proses ilmu pengetahuan, termasuk penemuan ide-ide baru, baik proses intelektual maupun afektif.
b. Membantu murid dalam mencapai kemampuan untuk menggali dan mengerti diri mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya dengan cara yang ilmiah.
c. Meningkatkan pengertian dan ingatan terhadap konsep-konsep dan ide-ide dalam ilmu pengetahuan.
d. Menggali bersama-sama murid, implikasi-implikasi dari aplikasi yang mungkin dari ilmu pengetahuan.
e. Memungkinkan murid untuk menerapkan baik proses maupun pengetahuan ilmiah untuk diri mereka, serta meningkatkan kesadaran murid terhadap dunia mereka dan setiap pilihan yang mereka ambil. Penerapan metode gabungan antara kognitif dan afektif ini menunjukkan hasil yang lebih efektif dibanding pengajaran yang hanya menekankan aspek kognitif. Para siswa merasa lebih cepat menangkap pelajaran dengan menggunakan fantasi, role playing dan game , misalnya mengajarkan teori Newton dengan murid berperan sebagai astronot.

Setelah membahas tentang teori belajar humanistik maka dapat diaplikasikan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) seperti contoh di bawah ini:

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan                : SMP .......
Kelas/Semester                      : VII (Tujuh)/2
Mata Pelajaran                      : Fisika/ IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam)
Materi Pokok                         : Gerak

Kompetensi Inti        
KI 1     :
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2     :
Mengembangkan perilaaku (jujur, disiplin, tanggngjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif, dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3     :
Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan keajaiban, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang speifik sesuai dengan bakat dan minatnyauntuk memecahkan masalah.
KI 4     :
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah kongkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang di pelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Dasar                 :
1.1   Mendeskripsikan Gerak, yaitu Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB).

Tujuan Pembelajaran           :

·         Kognitif                      :
1.      Siswa mampu menjelaskan dan mengembangkan pengertian gerak melalui suatu alat peraga (C2).
PB 8: Perkembangan Kognitif  
Pada perkembangan kognitif terjadi proses-peoses mental atau pikiran, meliputi bagaimana informasi diperoleh, dipresentaikan dan ditrasfermasikan sebagai pengetahuan. Dari proses tersebut siswa dapat menjelaskan kembali apa yang di dapat selama proses-proses mental tersebut. Menurut Jean Pieget tahapan pada proses ini yaitu tahap Operasional Formal dimana pada tahap ini siswa telah dapat berfikir secara logis tentang masalah abstrak dan hipotesis secara sistematis.
2.      Siswa mampu menyebutkan macam-macam gerak (C1).
3.      Siswa mampu menjelaskan dan mengembangkan pengertian perpindahan, kelajuan dan kecepatan sesuai dengan konsep yang telah mereka pahami melalui suatu alat peraga (C2).
4.      Siswa mampu memisahkan antara kelajuan dan kecepatan (C4)
5.      Siswa mampu memperhitungkan soal-soal yang berkaitan dengan perpindahan, kelajuan dan kecepatan (C3).
6.      Siswa mampu mengubah atau mengkonversikan nilai kecepatan ke Satuan Internasional (SI) (C3).
7.      Siswa mampu menjelaskan dan mengembangkan pengertian Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) melalaui suatu alat peraga (C2).
8.      Siswa mampu membandingkan perbedaan antara Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) (C4).
9.      Siswa mampu menghubungkan teori yang diberikan dengan soal-soal yang berkaitan dengan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) (C4).

·         Psikomotorik             :
1.      Siswa mampu menunjukan contoh gerak sesuai dengan konsep yang mereka pahami melalui suatu alat peraga (P1).
PB 3: Perkembangan Paikomotorik
Perkembangan psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang pencapainnya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Sebelum keranah psikomotorik siswa melalui beberapa tahap sebelum ia dapat menunjukan contoh suatu gerakan. Tahap pertama yaitu tahap kognitif , pada tahap ini siswa masih melakukan gerak lambat karna masih dalam tahap belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Kemudian tahap kedua yaitu tahap asosiatif, pada tahap ini siswa memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mengasosiasikan gerakan yang telah ia kenal dengan gerakan yang sedang ia pelajari. Tahapan yang ketiga yaitu tahapan otonomi, pada tahap ini siswa telah mencapai peoses belajar yang sudah hampir lengkap meskipun ia masih memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya.
2.      Siswa mampu menujukan berbagai contoh gerk dalam kehidupan sehari-hari (P1).
3.      Siswa mampu mempraktekan contoh perpindahan, kelajuan dan kecepatan (P3).
4.      Siswa mampu menghubungkan konsep perpindahan, kelajuan dan kecepatan dengan gerak (P1).
5.      Siswa mampu menanggapi hasil perhitungan dari soal-soal yang berhubungan  dengan perpindahan, kelajuan dan kecepatan (P2).
6.      Siswa mampu menanggapi soal yang berkaitan dengan pengubahan atau pengkonversian kecepatan ke Satuan Internasional (SI) (P2).
7.      Siswa mampu menunjukan contohkan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) (P1).
                             
·         Afektif            :
1.      Siswa mampu melaksanakan sebuah contoh gerak dari hasil pemikiran konsep melalui suatu alat peraga.
PB 10: Perkembangan nilai, moral dan sikap
Pada perkembangan nilai, moral dan sikap, sebelum siswa menentukan suatu sikap tertentu terhadap suatu umpan balik dari apa yang telah ia terima, siswa perlu diperkenalkan dengan nilai kemudian dihayati dan didorong dengan moral baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut. Tahapan moral ang terjadi disini yaitu tahapan moralitas otonom. Tahapan ini dikemukakan oleh Piaget. Pada tahapan moralitas otonom ini seorang memahami bahwa oranglah yang membuat aturan dan bahwa hukuman tidak bersifat otomatisi sehingga siswa dapat menyampaikan pendapatnya tanpa terpaku dengan hukuman karna pendapat yang ia kemukakan.
2.      Siswa mampu menyempurnakan penegertian gerak melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Siswa mampu memperlihatkan hubungan antara perpindahan, kelajuan dan kecepatan serta gerak.
PB 9: Perkembangan Konsep diri dan emosi
Konsep diri merupakan pola-pola kepribadian yang menjadi landasan bagi perwujudan di lingkungan kehidupan. Sedangkan emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas pada suatu keadaan biologis dan psikologis sehingga menentukan kecenderungan dalam bertindak. Dalam hal ini siswa melalui tahapan konsep diri yaitu pada masa remaja awal. Sebelum melakukan suatu tindakan hasil dari emosi siswa telah terlebih dahulu memahami konsep diri yang ia miliki. Pada masa remaja awal siswa semakin menguasai kemampuan melakukan pemikiran abstrak dan semakin mampu mengidentifikasikan dirinya. Dalam kata lain sebelum memperlihatkan sesuatu dalam bentuk gerak siswa telah mampu mengidentifikasi konsep dirinya dan dikembangkan melalui emosi yang dimilikinya.

4.      Siswa mampu mengaitkan rumus dari perpindahan, kelajuan dan kecepatan dengan soal-soal yang di berikan.
5.      Siswa mampu menyelesaikan perhitungan pada satuan-satuan yang di gunakan dalam perpindahan, kelajuan dan kecepatan termasuk dalam pengubahan satuan atau pengkonversian ke Satuan Internasional (SI).
6.      Siswa mampu memilih dan membedakan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) serta mencontohkan menurut kehidupan sehari-hari.

Materi Ajar
·         Benda bergerak
·         Perpindahan, kelajuan, kecepatan dan percepatan
·         Kecepatan rata-rata
·         Pengkonversian satuan kecepatan dan percepatan
·         Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

Metode Pembelajaran
·         Demonstrasi
PB 11: Perkembangan Kreativitas
Dengan metode demostrasi siswa diharpkan dapat mengembangkan kreatifitas yang dimilikinya. Kreatifitas adalah suatu yang baru hasil dari pemikiran yang belum pernah ada sebelumnya.

·         Diskusi Kelompok
PB 13: Cara mengatasi lupa dan jenuh dalam belajar
Dengan cara berdiskusi kelompok siswa diharapkan dapat mengatasi kejenuhan dalam belajar. Dalam diskusi kelompok siswa dituntut untuk menyampaikan pendapat dari hasil pemikirannya dan disanalah terjadi pertukaran pendapat antar teman diskusi kelompok dan hal tersebut juga dapat mengatasi kelupaan karena siswa diminta untuk aktif bertukar pendapat antar teman diskusi kelompok tersebut.

·         Penugasan
·         PB : Teori Bakat Multiple Intellence
Melalui penugasan siswa dapat dinilai dalam berbagai hal diantaranya yaitu kognitif, psikomotorik, afekttif bahkan bakatnya pun dapat diketahui melalui penugasan tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam metode penugasan yang diberikan. Contohnya dengan metode uraian siswa dapat diketahui bakatnya melalui jawaban yang diberikan siswa. Jika  


Alat/Media/Bahan
·         Alat                 : Kelereng, mobil mainan
·         Bahan Ajar      :

Langkah Kegiatan/Skenario Pembelajaran
Setelah mereviu hasil pencapaian kompetensi dasar (KD) sebelumnya, siswa mengikuti peragaan gerak, perpindahan, kecepatan dan percepatan untuk menemukan perbedaannya kemudian dari peragaan tersebut siswa dapat pula menentukan rumusan dari perpindahan, kecepatan dan percepatan. Selanjutnya melalui diskusi, mendefinisikan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) untuk menentukan perbedaan di keduanya. Siswa dari perwakilan dua kelompok prktik mempresentasikan hasil percobaan dan penerapan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) dalam kehidupan sehari-hari. Selama proses pembelajaran, dilakukan penilaian
proses pada aktivitas di kelas dan tugas mandiri.

E.     Daftar Pustaka

         Desmita.Psikologi Perkembangan.Bandung: Rosda Karya,2007
         Ellis, Janne O.Psikologi Pendidikan jilid 2.Jakrta:Erlangga,2008 
 Samana,A.Sistem Pengajaran.Yogyakarta: Kanisius,1992 
 Slavin, Robert E.Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik.Jakarta: PT Indeks,2008 
 Syaodah Sukmadinata,Nana.Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2009
Syifa’a, Ratna Rachmahana.UII-Pendidikan-Islam-Tarbawi-Rachmahana – 18. http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/viewFile/191/180.
(diakses pada 24 Juni 2014 pukul 16:41)











1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino & Hotel Map - Mapyro
    Find your way around the casino, find where everything is 제천 출장샵 located 화성 출장샵 with your phone, 부산광역 출장마사지 and 동두천 출장안마 track your speed. It's 문경 출장샵 essential to check keys.

    BalasHapus